TNews – Pengumuman vonis mati bagi Ferdi Sambo menarik perhatian publik dan memperkuat perdebatan yang panas mengenai eksekusi mati di Indonesia.
Banyak masyarakat yang menuntut hukuman mati untuk pelaku kejahatan luar biasa, dengan keyakinan bahwa hukuman tersebut adalah solusi terbaik untuk mengatasi kejahatan.
Banyak orang percaya bahwa hukuman mati adalah satu-satunya hukuman yang pantas bagi pelaku kejahatan berat. Menurut survei pada 2017, sebanyak 55% responden di Amerika Serikat menyetujui hukuman mati untuk pelaku pembunuhan.
Namun, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa hukuman mati bukanlah cara efektif untuk mengatasi kejahatan, yang didukung oleh sejumlah riset yang mengungkapkan kelemahan hukuman mati.
Kelemahan Hukuman Mati
Meskipun eksekusi mati di indonesia masih dianggap metode pemberi efek jera sekaligus pencegahan kejahata serupa, namun sebenarnya ada beberapa kelemahanya.
Berikut ini ada tiga kelemahan eksekusi hukuman mati yang mendasar secara moral:
1. Vonis Hukuman Mati Bisa Salah
Sejak tahun 1973, lebih dari 120 orang di Amerika Serikat telah dibatalkan dari eksekusi mati setelah tes DNA membuktikan bahwa mereka divonis secara keliru.
Fakta tragis ini bisa menjadi pertimbangan terkait eksekusi mati di indonesia. Bayangkan perasaan keluarga korban yang harus kehilangan anggota keluarga mereka karena kesalahan sistem hukum yang tak terampuni.
2. Masih Gagal Mencegah Peningkatan Kejahatan
Menurut data dari Kathy Gill pada 2020, di Amerika Serikat, negara-negara bagian yang memberlakukan hukuman mati memiliki tingkat pembunuhan rata-rata sebesar 5,5.
Namun, negara-negara bagian yang tidak memberlakukan hukuman mati hanya memiliki tingkat pembunuhan rata-rata sebesar 3,1. Fakta ini menunjukkan adanya keraguan pada efektivitas hukuman mati dalam menurunkan angka kejahatan.
3. Bertentangan Dengan Hak Hidup Setiap Orang
Setiap orang memiliki hak dasar untuk hidup, termasuk pelaku kejahatan berat, meskipun hal itu tidak disukai banyak orang. Namun itu bisa pandangan terkait perbaikan eksekusi mati di indonesia.
Hak hidup ini berasal dari etika dasar bahwa kehidupan seseorang hanya dapat diakhiri oleh Sang Pencipta. Oleh karena itu, memberlakukan hukuman mati justru berarti melanggar hak hidup yang mendasar bagi setiap orang.
Fakta Hukuman Mati di Indonesia
Indonesia termasuk dari 84 negara lain di dunia yang masih menerapkan hukuman eksekusi mati. Meskipun setidaknya 111 negara lain telah menolak hukuman mati.
Terlebih lagi, sangat mengejutkan bahwa Belanda, yang sebelumnya berkuasa di Indonesia, telah menghapus hukuman mati dalam hukum pidana sejak 1870, namun Indonesia masih menerapkan hukuman mati dalam KUHP-nya yang sebagian besar berasal dari hukum Belanda.
Meskipun amandemen kedua UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, namun Indonesia masih mempertahankan hukuman mati sebagai bagian dari 12 undang-undang di negara tersebut.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang apakah negara harus menghormati hak asasi manusia mendasar yang melarang pengambilan nyawa, dan apakah hukuman mati masih sesuai dengan realitas sistem peradilan yang adil dan transparan di Indonesia.
Penting bagi kita untuk mengevaluasi hukuman mati dengan jujur dalam konteks sistem hukum Indonesia. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) menemukan dugaan banyak kasus di mana eksekusi hukuman mati dipenuhi dengan ketidakadilan dalam proses peradilan (Kompas, 10 Oktober 2019).
Vonis dan eksekusi mati di Indonesia terkadang dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi yang hanya bersifat sementara. Para terpidana hukuman mati harus hidup dalam ketakutan, tanpa jaminan kapan eksekusi akan dilaksanakan.
Menjadi eksekutor hukuman mati juga merupakan mimpi buruk bagi tim “juru tembak”. Tidak ada yang murni di dalam nuraninya yang akan dengan mudah menjalankan praktik hukuman mati yang tidak manusiawi dan seringkali tidak transparan.
Sesungguhnya, hukuman mati harus dihapuskan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain di seluruh dunia. Bukankah amandemen kedua UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya?
Terlepas dari pandangan ini, kira-kira pandangan masyarakat Indonesia sendiri bagaimana?