TNews – Video kritikan terhadap Pasal 100 Ayat (1) KUHP menghebohkan media sosial setelah mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pada Senin sore.
Vonis tersebut diberikan setelah ia terbukti melakukan pembunuhan berencana bersama dengan ajudan dan istrinya terhadap Brigadir Joshua Hutabarat. Pasal terkait hukuman pidana dalam KUHP menjadi sorotan kembali karena implikasinya pada kasus ini.
Walaupun telah dijatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo, namun ternyata keputusan ini belum berkekuatan hukum tetap sepenuhnya.
Karena ia masih memiliki opsi untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan kasasi hingga peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA).
Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi Ferdy Sambo, karena belum bisa dipastikan keputusan akhir yang akan diambil oleh pengadilan.
Pro Kontra Pasal KUHP (Hukuman Mati)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru membuat publik heboh karena terpidana hukuman mati masih memiliki celah untuk menghindari eksekusi mati.
Pasal 100 dalam KUHP Nasional mengatur ketentuan hukuman mati, di mana terpidana akan mendapatkan masa percobaan selama 10 tahun menurut Ayat (1).
Masa percobaan tersebut bergantung pada tiga faktor, yaitu penyesalan terpidana, harapan untuk memperbaiki diri, dan peran terdakwa dalam tindak pidana, serta alasan yang bisa meringankan.
Hukuman mati hanya akan dieksekusi jika selama masa percobaan 10 tahun terpidana tidak menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji, serta tidak ada harapan untuk memperbaiki diri.
Pasal 101 dalam KUHP juga menyediakan celah lain yang dapat digunakan untuk menghindari hukuman mati, yaitu dengan mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.
Pasal 101 KUHP Nasional menyatakan bahwa jika permohonan grasi terpidana mati ditolak oleh Presiden, dan hukuman mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun setelah grasi ditolak, keputusan Presiden dapat mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Bagaimana bentuk dan isi pasal-pasal KUHP terkait hukuman mati tersebut? Berikut adalah teks lengkap Pasal 100-102 dalam KUHP Nasional tentang hukuman mati:
1. Isi Pasal 100 KUHP
(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan:
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun dimulai 1 (satu) hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
2. Isi Pasal 101
Dalam Pasal 101 KUHP Nasional, disebutkan bahwa jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan hukuman mati tidak dijalankan selama 10 tahun sejak grasi ditolak.
Keputusan Presiden dapat mengubah hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup, asalkan terpidana tidak melarikan diri.
3. Pasal 102 KUHP
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana mati diatur dengan Undang-Undang.
Setelah disahkan pada 6 Desember 2022, KUHP Nasional baru akan diterapkan pada Januari 2026. Namun Pasal 100 dalam undang-undang tersebut telah menjadi kontroversi di antara masyarakat.
Hal ini karena video lawas yang menampilkan komentar Hotman Paris tentang Pasal tersebut kembali menjadi viral di media sosial.
Dalam sebuah video yang viral, Hotman Paris menyoroti Pasal tertentu dalam KUHP Nasional yang menegaskan bahwa seseorang yang dijatuhi hukuman mati harus diberikan kesempatan 10 tahun sebelum dieksekusi.
Ia juga meramalkan bahwa suatu saat nanti, surat keterangan kelakuan baik akan menjadi sangat berharga karena banyak orang yang akan rela melakukan apapun untuk mendapatkannya dan menghindari hukuman mati.
Menurutnya, ini akan membuat surat tersebut menjadi lebih mahal daripada membayar hukuman mati.
“Kepala Lapas Penjara akan menjadi pintu keselamatan bagi seseorang yang terancam hukuman mati, karena surat keterangan kelakuan baik yang diberikan olehnya dianggap sangat berharga.
Maka, apa artinya ketika seseorang sudah dijatuhi hukuman mati di persidangan, namun ia tidak dapat dihukum mati secara langsung, melainkan harus menunggu 10 tahun untuk membuktikan apakah terdakwa tersebut berubah menjadi manusia yang baik?” ujar Hotman Paris dalam sebuah video yang viral.
Hotman Paris menimbulkan pertanyaan mengenai orang yang membuat undang-undang tersebut, mengatakan bahwa bukan orang yang ahli di bidang hukum.
Dia menyerukan Presiden Joko Widodo untuk membatalkan undang-undang tersebut, dengan mengatakan bahwa undang-undang itu dibuat oleh profesor atau dosen, bukan praktisi hukum yang ahli. “Salam Hotman Paris,” katanya.